“Kalian kini terlahir kembali sebagai orang beriman dan orang beriman adalah sebaik-baiknya manusia,”tukas Imam Sulaiman Lee Haeng-lae, pada 37 prajurit Korea yang masuk Islam di Masjid Hannam-dong, Seoul, Korea Selatan. Para prajurit yang masuk Islam tersebut adalah mereka yang ditugaskan di Irbil, Irak.
Sulaiman mengatakan sebagai muslim para mualaf ini bertugas membantu prajurit lainnya agar kehadiran mereka bisa diterima masyarakat Irak. Masyarakat Irak saudara mereka selamanya, katanya pada prajurit mualaf itu.
Mulanya para prajurit ini diperintahkan untuk memahami Islam sebelum berangkat ke Irak. Mereka mempelajari Bahasa Arab, budaya di negara Islam serta tentu saja agama Islam. Dari 3 ribu prajurit, 37 tentara Negeri Ginseng ini tertarik pada ajaran Islam dan menyatakan masuk Islam.
Seorang prajurit menyatakan terkesan dengan persaudaraan muslim di seluruh dunia. Karena dalam Islam, darimanapun asal negara tidak masalah dan tidak dianggap sebagai orang asing jika dia seorang muslim.
“Saya menjadi muslim karena saya merasa Islam itu lebih humanis dan lebih damai daripada agama lain. Dan jika anda bisa memiliki hubungan relijius dengan penduduk lokal maka hal itu akan membantu misi perdamaian, “ cetus So, seorang prajurit mualaf.
Jum’at itu para prajurit Korea Selatan dari Unit Zaitun melaksanakan ikrar syahadat dan sholat Jumat berjama’ah. Mereka berdiri sejajar dalam sholat menandai kedudukan mereka sebagai manusia sama di mata Allah SWT.
Senada dengan prajurit So, Kopral Paek Seong-uk mengatakan dia tertarik dengan isi Al Qur’an. Setelah mempelajari isinya, Seong-uk tertarik pada Islam dan memutuskan menjadi muslim. “Jika kami dikirim ke Irak, kami ingin berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan dengan penduduk lokal sehingga mereka bisa merasakan ikatan persaudaraan dengan kami. Semoga kami bisa meyakinan mereka bahwa tentara Korea Selatan hadir untuk menyediakan dukungan kemanusiaan,” harap dia.
Mulanya para prajurit ini diperintahkan untuk memahami Islam sebelum berangkat ke Irak. Mereka mempelajari Bahasa Arab, budaya di negara Islam serta tentu saja agama Islam. Dari 3 ribu prajurit, 37 tentara Negeri Ginseng ini tertarik pada ajaran Islam dan menyatakan masuk Islam.
Seorang prajurit menyatakan terkesan dengan persaudaraan muslim di seluruh dunia. Karena dalam Islam, darimanapun asal negara tidak masalah dan tidak dianggap sebagai orang asing jika dia seorang muslim.
“Saya menjadi muslim karena saya merasa Islam itu lebih humanis dan lebih damai daripada agama lain. Dan jika anda bisa memiliki hubungan relijius dengan penduduk lokal maka hal itu akan membantu misi perdamaian, “ cetus So, seorang prajurit mualaf.
Jum’at itu para prajurit Korea Selatan dari Unit Zaitun melaksanakan ikrar syahadat dan sholat Jumat berjama’ah. Mereka berdiri sejajar dalam sholat menandai kedudukan mereka sebagai manusia sama di mata Allah SWT.
Senada dengan prajurit So, Kopral Paek Seong-uk mengatakan dia tertarik dengan isi Al Qur’an. Setelah mempelajari isinya, Seong-uk tertarik pada Islam dan memutuskan menjadi muslim. “Jika kami dikirim ke Irak, kami ingin berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan dengan penduduk lokal sehingga mereka bisa merasakan ikatan persaudaraan dengan kami. Semoga kami bisa meyakinan mereka bahwa tentara Korea Selatan hadir untuk menyediakan dukungan kemanusiaan,” harap dia.
Muslim Korea dalam peta sejarah
Perkembangan Islam di Korea memang tidak mudah. Didominasi oleh agama Budha dan Konfusius, juga cepatnya perkembangan agama Nasrani, muslim korea hanya sekitar 40 ribu saja ditambah 100 ribu muslim pendatang. Jumlah itu terlihat sangat kecil jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Korea yang mencapai 40 juta jiwa. Belum lagi dominasi budaya yang jauh dari nilai-nilai Islam membuat muslim Korea benar-benar harus berjuang dalam dakwah.
Pertalian sejarah antara muslim Arab dengan orang Korea sendiri berawal dari abad ke-7. Saat Arab Muslim sering berdagang ke wilayah Cina. Saat itu pula, pedagang Arab mengunjungi Korea yang saat itu dikuasai oleh DinastiShilla. Walaupun tak nampak bukti ada kegiatan yang bersifat relijius, namun hubungan dagang antar muslim Arab dengan Dinasti Shilla berlangsung cukup baik.
Abad ke-11, Dinasti Koryo mula intensif melakukan hubungan dagang dengan Arab muslim. Raja Koryo waktu itu memberi keleluasaan bagi para pedagang muslim itu untuk tinggal di Korea dan dipersilahkan membangun masjid yang disebut Ye-Kung dan para imamnya disebut Doro.
Namun di masa Dinasti Chosun, muslim Korea mengalami kesulitan karena dinasti tersebut menolak heterogenitas dan budaya yang berbeda dan memutuskan untuk menutup diri dari asimilasi budaya luar. Muslim Korea pun secara bertahap melebur ke dalam budaya Korea sehingga sulit ditemui jejak perkembangan Islam di sini.
Islam kembali hadir berabad-abad kemudian. Sekitar tahun 1920, Tentara Muslim Turki melarikan diri dari Revolusi Bolshevik di Rusia ke Korea. Sekitar 200 muslim meminta suaka ke Korea. Mereka di sana membentuk satu komunitas Mahall-i Islamiye dimana mereka hidup dengan nyaman sebagai satu masyarakat muslim.
Mereka juga banyak membangun madrasah dan membangun pekuburan muslim di pinggiran Kota Seoul. Namun, tak lama setelah terjadi pemisahan antara Korea Utara dengan Korea Selatan tahun 1945, mereka mulai beremigrasi ke USA, Kanada, Australia dan Turki. Hanya ada satu dua muslim yang tetap tinggal.
Tentara Turki kembali memegang peranan penting dalam perkembangan Islam di negara ini. Selama Perang Korea (1950-1953), pasukan perdamaian Turki saat itu melakukan dakwah Islam yang cukup intensif. Dipimpin oleh Abdulgafur Karaismailoglu, tentara Turki mendakwahkan Islam pada publik Korea dengan melakukan semacam kuliah umum.
Pertalian sejarah antara muslim Arab dengan orang Korea sendiri berawal dari abad ke-7. Saat Arab Muslim sering berdagang ke wilayah Cina. Saat itu pula, pedagang Arab mengunjungi Korea yang saat itu dikuasai oleh DinastiShilla. Walaupun tak nampak bukti ada kegiatan yang bersifat relijius, namun hubungan dagang antar muslim Arab dengan Dinasti Shilla berlangsung cukup baik.
Abad ke-11, Dinasti Koryo mula intensif melakukan hubungan dagang dengan Arab muslim. Raja Koryo waktu itu memberi keleluasaan bagi para pedagang muslim itu untuk tinggal di Korea dan dipersilahkan membangun masjid yang disebut Ye-Kung dan para imamnya disebut Doro.
Namun di masa Dinasti Chosun, muslim Korea mengalami kesulitan karena dinasti tersebut menolak heterogenitas dan budaya yang berbeda dan memutuskan untuk menutup diri dari asimilasi budaya luar. Muslim Korea pun secara bertahap melebur ke dalam budaya Korea sehingga sulit ditemui jejak perkembangan Islam di sini.
Islam kembali hadir berabad-abad kemudian. Sekitar tahun 1920, Tentara Muslim Turki melarikan diri dari Revolusi Bolshevik di Rusia ke Korea. Sekitar 200 muslim meminta suaka ke Korea. Mereka di sana membentuk satu komunitas Mahall-i Islamiye dimana mereka hidup dengan nyaman sebagai satu masyarakat muslim.
Mereka juga banyak membangun madrasah dan membangun pekuburan muslim di pinggiran Kota Seoul. Namun, tak lama setelah terjadi pemisahan antara Korea Utara dengan Korea Selatan tahun 1945, mereka mulai beremigrasi ke USA, Kanada, Australia dan Turki. Hanya ada satu dua muslim yang tetap tinggal.
Tentara Turki kembali memegang peranan penting dalam perkembangan Islam di negara ini. Selama Perang Korea (1950-1953), pasukan perdamaian Turki saat itu melakukan dakwah Islam yang cukup intensif. Dipimpin oleh Abdulgafur Karaismailoglu, tentara Turki mendakwahkan Islam pada publik Korea dengan melakukan semacam kuliah umum.
KMF sebagai lembaga dakwah Korea
Generasi pertama yang tercatat sebagai muslim karena dakwah para tentara Turki itu adalah Abdullah Kim Yu-do dan Umar Kim Jin-kyu. Agar pembelajaran Islami lebih mudah para mualaf tersebut membentuk Masyarakat Islami Korea (KIS) tahun 1955. Hampir tiap pekan mereka mengadakan diskusi mengenai Islam dan mengundang tokoh-tokoh Islam. Setahun kemudian berdirilah Madrasah Chung Jin yakni sekolah di tenda-tenda militer untuk anak-anak tak mampu. Tahun 1959 Umar Kim dan Sabri Suh Jung–kil berkeliling ke negara-negara muslim untuk meminta dukungan terhadap perkembangan dakwah di Korea Selatan. Sehingga berdirilah Federasi Muslim Korea (KMF) tahun 1965.
Pendirian KMF sebagai lembaga dakwah adalah untuk membangun pondasi Islam di Korea. Kegiatan dakwah yang dilakukan KMF antara lain kursus Bahasa Arab dan Inggris, juga beberapa bahasa negara Islam lain seperti Malaysia, Indonesia, Iran dan Turki. Kemudian Sekolah Al Qur’an tiap minggu untuk anak muslim. Serta mengadakan seminar tentang isu-isu hangat yang terjadi di dunia Islam. KMF juga menyediakan jasa konsultasi dan kesehatan pada para pekerja imigran muslim serta memberi informasi masjid atau mushala terdekat di seluruh Korea.
Ada beberapa sub komite dalam KMF. Misalnya saja Asosiasi Muslim Korea (KMA). Kegiatan di bawah KMA berupa Klub Remaja, Klub Pelajar, Klub Muslimah dan Klub Senior yakni lebih pada saling mempererat silaturahmi antar sesama muslim. Selain KMA ada pula Asosiasi Pelajar Muslim Korea (KMSA). Organisasi yang masih di bawah KMF ini mendakwahkan Islam lewat seminar, Kemah Pelajar, dan Kemah Kepemimpinan untuk Pelajar.
Ada pula Institut Budaya Islam Korea (KIIC) yang dibangun pada tahun 1997. Lembaga ini berfungsi sebagai tempat untuk meluruskan pemahaman yang salah terhadap Islam serta aktif membuat buku-buku Islam ke dalam bahasa Korea agar mudah diterima masyarakat negeri ini. Ke depannya KMF bercita-cita menyediakan tanah makam khusus muslim dan berencana mendirikan Universitas Islam Korea (KIU) yang sedang dalam proses pengerjaan.
Pendirian KMF sebagai lembaga dakwah adalah untuk membangun pondasi Islam di Korea. Kegiatan dakwah yang dilakukan KMF antara lain kursus Bahasa Arab dan Inggris, juga beberapa bahasa negara Islam lain seperti Malaysia, Indonesia, Iran dan Turki. Kemudian Sekolah Al Qur’an tiap minggu untuk anak muslim. Serta mengadakan seminar tentang isu-isu hangat yang terjadi di dunia Islam. KMF juga menyediakan jasa konsultasi dan kesehatan pada para pekerja imigran muslim serta memberi informasi masjid atau mushala terdekat di seluruh Korea.
Ada beberapa sub komite dalam KMF. Misalnya saja Asosiasi Muslim Korea (KMA). Kegiatan di bawah KMA berupa Klub Remaja, Klub Pelajar, Klub Muslimah dan Klub Senior yakni lebih pada saling mempererat silaturahmi antar sesama muslim. Selain KMA ada pula Asosiasi Pelajar Muslim Korea (KMSA). Organisasi yang masih di bawah KMF ini mendakwahkan Islam lewat seminar, Kemah Pelajar, dan Kemah Kepemimpinan untuk Pelajar.
Ada pula Institut Budaya Islam Korea (KIIC) yang dibangun pada tahun 1997. Lembaga ini berfungsi sebagai tempat untuk meluruskan pemahaman yang salah terhadap Islam serta aktif membuat buku-buku Islam ke dalam bahasa Korea agar mudah diterima masyarakat negeri ini. Ke depannya KMF bercita-cita menyediakan tanah makam khusus muslim dan berencana mendirikan Universitas Islam Korea (KIU) yang sedang dalam proses pengerjaan.
Muslim Korea di tengah kesalahpahaman
Dapat dibayangkan betapa sulitnya menjalankan agama Islam di negeri Kimchi (sayuran yang diasingkan) ini. Di sana memakai hijab saja sudah menjadi pusat perhatian. Hal ini tentu berbeda dengan sejumlah negara Eropa atau USA dimana orang berhijab berlalu lalang pun sudah tidak begitu asing. Singkatnya, masyarakat Korea tidak banyak mengetahui apa itu Islam dan muslim.
Tak heran jika sejak persitiwa 11 September banyak masyarakat Korea yang mencari info tentang Islam. “Banyak masyarakat Korea yang mengunjungi masjid kami untuk memenuhi rasa ingin tahu mereka tentang Islam dan kami mulai memberikan kuliah terbuka setiap minggu,” kata Abdul Raziq Sohn, Presiden KMF. Masjid yang sering dikunjungi adalah Seoul Central Mosque, di Seoul.
Hal ini diiyakan oleh Raja Saifull Ridzuwan, Sekretaris Kedutaan Malaysia di Seoul. “Kadang saya dihidangkan daging babi padahal orang Korea itu tahu saya muslim, “sesalnya. Ridzuwan menyatakan banyak orang Korea yang tidak tahu mengenai hal ini. Mereka juga sulit memahami budaya dan agama dari negara lain, tambahnya.
Hal lain yang cukup serius adalah sulitnya bagi anak muslim untuk sekolah.”Anak muslim menemui kesulitan untuk masuk ke sekolah dasar dan menengah karena mereka diperlakukan seperti mahluk asing hanya karena mereka muslim,” ujar Kim Hwan-yoon, Direktur Audit dan Pengawasan KMF.
Di sekolah Korea makanan halal menjadi hal yang aneh. Akhirnya, murid-murid muslim dikucilkan dari pergaulan sekolah. “Jika muslim masuk ke sekolah internasional, masalahnya tetap ada karena kebanyakan sekolah didirikan oleh Yayasan Kristen,” ucapnya.
Hal ini membuat muslim Korea semakin teguh memegang agamanya dan berusaha membuat sekolah Islam agar muslim bisa bersekolah dengan tenang. Perlunya sekolah Islam ini sudah menjadi perhatian KMF. Kini mereka tengah bergiat mewujudkan rencana tersebut.
Dakwah semakin gencar dilancarkan tahun 2004. Saat itu keadaan sempat memanas tatkala penerjemah Korea Kim Sun-il tewas dibunuh di Irak. Saat itu di Seoul Central Mosque, banyak mendapat ancaman lewat telepon dan beberapa orang sempat datang mengintimidasi sehingga terpaksa pengurus masjid minta penjagaan dari polisi.
Apa yang dibutuhkan oleh muslim Korea sebenarnya tidak banyak, mereka berharap Masyarakat Korea memahami dan tidak mengusik kehidupan beragama mereka dengan sebutan teroris dan lainnya. ”Saya berharap masyarakat mengerti dasar-dasar agama yang kami anut. Kami dengan senang hati menerima kunjungan masyarakat non muslim Korea yang tertarik pada Islam untuk mengunjungi masjid kami dan melihat sendiri betapa damai agama ini,” harap Jeong Jin-soo.
Memang banyak pakar yang mengakui bahwa Islam akan berkembang di Korea. Namun, mereka memprediksi Islam akan mengalami benturan budaya dengan adat istiadat setempat yang mengutamakan kelompok, melakukan praktik budaya politeisme (menuhankan banyak benda),yang akrab dengan seju (minuman alkohol khas Korea), dan daging babi sebagai hidangan sehari-hari.
Sebagai muslim, hidup mereka akan sulit beradaptasi dalam pergaulan masyarakatnya. Sehingga Islam, diramalkan tak akan pernah menjadi agama yang berkembang pesat dan sulit menjadi agama terbesar di Korea. Tapi, sekali lagi itu hanya sebatas catatan manusia. Waktu, semangat dan doa dari muslim Korea akan membuktikannya.
Tak heran jika sejak persitiwa 11 September banyak masyarakat Korea yang mencari info tentang Islam. “Banyak masyarakat Korea yang mengunjungi masjid kami untuk memenuhi rasa ingin tahu mereka tentang Islam dan kami mulai memberikan kuliah terbuka setiap minggu,” kata Abdul Raziq Sohn, Presiden KMF. Masjid yang sering dikunjungi adalah Seoul Central Mosque, di Seoul.
Hal ini diiyakan oleh Raja Saifull Ridzuwan, Sekretaris Kedutaan Malaysia di Seoul. “Kadang saya dihidangkan daging babi padahal orang Korea itu tahu saya muslim, “sesalnya. Ridzuwan menyatakan banyak orang Korea yang tidak tahu mengenai hal ini. Mereka juga sulit memahami budaya dan agama dari negara lain, tambahnya.
Hal lain yang cukup serius adalah sulitnya bagi anak muslim untuk sekolah.”Anak muslim menemui kesulitan untuk masuk ke sekolah dasar dan menengah karena mereka diperlakukan seperti mahluk asing hanya karena mereka muslim,” ujar Kim Hwan-yoon, Direktur Audit dan Pengawasan KMF.
Di sekolah Korea makanan halal menjadi hal yang aneh. Akhirnya, murid-murid muslim dikucilkan dari pergaulan sekolah. “Jika muslim masuk ke sekolah internasional, masalahnya tetap ada karena kebanyakan sekolah didirikan oleh Yayasan Kristen,” ucapnya.
Hal ini membuat muslim Korea semakin teguh memegang agamanya dan berusaha membuat sekolah Islam agar muslim bisa bersekolah dengan tenang. Perlunya sekolah Islam ini sudah menjadi perhatian KMF. Kini mereka tengah bergiat mewujudkan rencana tersebut.
Dakwah semakin gencar dilancarkan tahun 2004. Saat itu keadaan sempat memanas tatkala penerjemah Korea Kim Sun-il tewas dibunuh di Irak. Saat itu di Seoul Central Mosque, banyak mendapat ancaman lewat telepon dan beberapa orang sempat datang mengintimidasi sehingga terpaksa pengurus masjid minta penjagaan dari polisi.
Apa yang dibutuhkan oleh muslim Korea sebenarnya tidak banyak, mereka berharap Masyarakat Korea memahami dan tidak mengusik kehidupan beragama mereka dengan sebutan teroris dan lainnya. ”Saya berharap masyarakat mengerti dasar-dasar agama yang kami anut. Kami dengan senang hati menerima kunjungan masyarakat non muslim Korea yang tertarik pada Islam untuk mengunjungi masjid kami dan melihat sendiri betapa damai agama ini,” harap Jeong Jin-soo.
Memang banyak pakar yang mengakui bahwa Islam akan berkembang di Korea. Namun, mereka memprediksi Islam akan mengalami benturan budaya dengan adat istiadat setempat yang mengutamakan kelompok, melakukan praktik budaya politeisme (menuhankan banyak benda),yang akrab dengan seju (minuman alkohol khas Korea), dan daging babi sebagai hidangan sehari-hari.
Sebagai muslim, hidup mereka akan sulit beradaptasi dalam pergaulan masyarakatnya. Sehingga Islam, diramalkan tak akan pernah menjadi agama yang berkembang pesat dan sulit menjadi agama terbesar di Korea. Tapi, sekali lagi itu hanya sebatas catatan manusia. Waktu, semangat dan doa dari muslim Korea akan membuktikannya.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar